Kembali ke masa lalu memberi kita kesempatan kedua yang nyata untuk memperbaiki kesalahan dan menyelamatkan yang berharga.
Dalam ranah fantasi, kemampuan ini bagaikan memegang jarum penjahit takdir: kita bisa menutup sobekan yang selama ini menganga. Anda dapat menarik kembali keputusan yang keliru, memperingatkan diri di titik belok, atau menyelamatkan seseorang yang kehilangan hanya karena selisih detik. Dengan asumsi aturan garis waktu bercabang, perbaikan itu tidak menghapus pelajaran yang kita bawa pulang—ia justru melipatgandakan kebijaksanaan. Ini adalah bentuk tanggung jawab paling manusiawi: memperbaiki, bukan sekadar menyesali.
Perjalanan ke masa lalu melestarikan pengetahuan dan warisan yang nyaris punah bagi generasi kini.
Bayangkan menyelamatkan naskah-naskah lontar yang terbakar, merekam lisan tetua yang hampir sirna, atau menyalin ulang melodi kuno sebelum hilang. Kita bisa mengamankan catatan maritim Nusantara, atau menyalin kembali karya-karya yang lenyap seperti di Perpustakaan Aleksandria, lalu membaginya ke dunia. Ini bukan nostalgia, melainkan pengayaan ekosistem pengetahuan yang konkret. Setiap artefak yang diselamatkan menjadi bahan bakar imajinasi dan inovasi masa kini.
Kembali ke masa lalu membuka jalur keadilan restoratif lintas waktu bagi mereka yang lama dibungkam.
Kita dapat mendokumentasikan kebenaran saat ia terjadi, melindungi saksi, atau mengembalikan hak yang dirampas sebelum luka membeku menjadi sejarah resmi. Dalam model multisemesta, tindakan ini mencipta cabang di mana korban memperoleh pemulihan tanpa merusak memori kolektif garis waktu asal. Ia memutus siklus kekerasan dengan cara yang bermartabat: tidak balas dendam, melainkan pemulihan tertata. Di titik ini, perjalanan waktu menjadi etika yang aktif, bukan sekadar pelarian.
Belajar langsung dari sumbernya: masa lalu memberi wawasan proses, bukan hanya hasil.
Melihat kelahiran ide—dari bengkel penemuan hingga rapat rahasia para pendiri—memberi kita pemahaman sebab-akibat yang tidak mungkin didapat dari catatan yang tersisa. Kita bisa memverifikasi kronik, menangkap nuansa yang hilang, dan menyuling prinsip yang bisa digeneralisasi ke masa kini. Dibanding mencontek jawaban dari masa depan yang belum kita mengerti mekanismenya, masa lalu menawarkan laboratorium sejarah hidup yang dapat diuji ulang. Ini menjadikan pengetahuan kita bukan ramalan, melainkan keterampilan.