Kehendak bebas adalah fondasi tanggung jawab moral.
Kita memuji, menyalahkan, dan meminta pertanggungjawaban karena kita mengandaikan orang bisa bertindak lain dari yang akhirnya mereka lakukan. Tanpa kehendak bebas, bahasa normatif—seperti kewajiban, salah, layak, dan dapat—kehilangan bobotnya dan hukum pun berubah menjadi sekadar manajemen risiko kausal. Dengan menerima kehendak bebas, kita memelihara ekosistem kepercayaan: orang terdorong mengakui kesalahan, memperbaiki diri, dan komunitas punya alasan rasional untuk memaafkan. Inilah pilar etika yang membuat komitmen dan janji berarti.
Kehendak bebas meneguhkan martabat dan otonomi manusia.
Pengalaman deliberasi—menimbang alasan, membentuk niat, memilih tujuan—mengesahkan martabat manusia sebagai subjek, bukan benda. Kehendak bebas menempatkan kita sebagai pengarang kehidupan sendiri, selaras dengan cita-cita kemanusiaan yang adil dan beradab. Ia adalah basis filosofis bagi hak dan demokrasi: warga dihormati sebagai agen yang dapat dibujuk oleh alasan, bukan dipaksa oleh rantai sebab semata. Martabat lahir justru dari kapasitas untuk mengatakan ya atau tidak.
Kehendak bebas memampukan kreativitas dan kebaruan yang dibutuhkan kemajuan.
Kreativitas membutuhkan ruang untuk melampaui kebiasaan dan probabilitas yang ditentukan masa lalu. Kehendak bebas memberi celah bagi kebaruan: keputusan yang tak sekadar hasil kalkulasi kebiasaan, tetapi buah imajinasi dan keberanian. Dari seni, sains, hingga kewirausahaan, rasa memiliki agensi menyalakan eksperimen, risiko terukur, dan terobosan. Masyarakat yang merawat agensi warganya cenderung lebih adaptif terhadap ketidakpastian.
Keyakinan pada kehendak bebas berkorelasi dengan etika dan kontrol diri yang lebih baik.
Keyakinan akan agensi bukan hanya gagasan metafisik, tetapi juga berdaya guna secara praktis. Sejumlah eksperimen psikologi melaporkan bahwa ketika kepercayaan pada kehendak bebas dilemahkan, partisipan cenderung lebih permisif terhadap kecurangan dan kurang prososial; sebaliknya, menegaskan agensi berkaitan dengan kontrol diri dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Dalam organisasi, rasa memiliki pilihan meningkatkan akuntabilitas dan kinerja karena orang mengaitkan hasil dengan keputusan mereka sendiri. Ini menunjukkan bahwa membela kehendak bebas membawa dividen etis dan sosial yang nyata.